Aku
memungut selembar amplop coklat tanggung di dekat kakiku. Amplop itu baru saja
terjatuh dari sela tumpukan buku-buku tua di lemari ibuku, ketika aku sedang membereskan
semua benda milik beliau. Buku-buku catatan pemasukan dan pengeluaran
sehari-hari keluarga kami. Catatan dari ketika aku masih belum lahir sampai terakhir
sekitar setahun yang lalu, ketika aku sudah menikah dan mempunyai dua orang
anak. Ya, ibuku memang rajin mencatat semua pengeluarannya dengan rapi, tidak
seperti aku. Entahlah, bagaimana ibuku bisa begitu telaten membuat pembukuan
seperti itu. Dulu, ketika aku pertama kali indekos, ibu sering mengajariku
membuat catatan pengeluaran seperti itu. Awalnya aku rajin sekali mencatat pengeluaran-pengeluaranku.
Tetapi lama kelamaan aku menjadi malas, karena menurutku terlalu ribet, dan
akhirnya buku catatan itu hanya mangkrak di rak buku diselimuti debu.
Segera
saja kukeluarkan seluruh isi amplop itu. Beberapa lembar foto hitam putih, tampak
masih awet gambarnya. Masih cemerlang. Hanya di bagian warna putihnya tampak
agak menguning dimakan usia. Aku meneliti satu per satu wajah-wajah yang ada
dalam foto tersebut. Hampir aku tidak mengenalinya, tetapi lamat-lamat
tampaknya aku mulai mengingatnya. Ada fotoku sendiri ketika masih kecil,
mungkin waktu aku masih sekitaran kelas 3 atau 4 SD, aku tidak ingat persis.