Pertama kali melihatnya ketika saya masih duduk di kelas 2 SMA. Waktu itu saya berkunjung ke Museum Radya Pustaka, Solo, ditemani seorang keponakan saya.
Suasana museum yang sepi dan dingin
semakin terasa mencekam ketika bau-bau wewangian seolah menguar melewati
pintu-pintu dan jendela-jendela yang tinggi, memasuki ruang demi ruang di dalam
bangunan museum yang sudah tua. Bulu kuduk saya berdiri demi mengendus bau
bunga-bunga itu.
Dengan langkah ragu-ragu dan sedikit
takut, saya berjalan ke arah belakang museum. Dan tahulah saya dari mana sumber
bau wewangian tadi. Sebuah kembang setaman berada di samping sebuah patung kayu
berwujud kepala raksasa. Itulah Canthik Kyai Rajamala.
Canthik Kyai Rajamala adalah kepala perahu milik Pakubuwono
IV, yang pada jamannya digunakan untuk menjemput permaisuri Pakubuwono IV yang
berasal dari Madura. Konon katanya, perahu itu juga digunakan untuk
membagi-bagikan makanan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai
Bengawan Solo.
Sebenarnya kepala perahu ini ada dua, tetapi yang satunya
lagi disimpan di Keraton Surakarta. Pada hari-hari tertentu patung ini harus diberi sesajen, berupa
kembang setaman, yaitu beberapa jenis bunga yang ditaruh di sebuah wadah dari
kuningan dan diberi air. Menurut penjaga museum yang saya temui pada saat saya
masih SMA dulu, patung itu akan mengeluarkan bau amis, apabila lupa diberi
sesajen.
Dan beberapa waktu yang lalu, ketika ada kesempatan berkunjung ke museum itu bersama suami dan kedua putri saya, gantian putri saya yang mengkeret. Thifal tak pernah lepas dari pegangannya pada punggung ayahnya, sambil ngintip-ngintip kepengin melihat juga. Hihihi.