Thifal, putri pertama saya, suka sekali
minum kopi. Sering kali, dia baru mau bangun pagi setelah minum kopi. Malam,
waktu belajar dia juga selalu minta dibikinkan kopi. Apalagi saat-saat sekarang
ini, ketika waktu Ujian Nasional sudah mulai dekat. Ketika jadwal belajarnya
semakin padat.
Hampir setiap hari dia belajar sampai
larut malam, bisa sampai pukul 24.00 WIB. Bahkan kadang-kadang sampai pukul
01.00 dini hari, atau pernah juga sampai pukul 01.30. Saya dan ayahnya sudah
sering menasehati untuk tidak belajar sampai larut malam, tetapi tidak
digubrisnya. Dia beralasan, lebih enak belajar pada malam hari, karena suasana
yang sepi sangat membantunya dalam belajar.
Sebenarnya bukan hanya saat-saat
sekarang ini saja dia begitu. Selama ini dia sudah terbiasa belajar sampai
larut malam. Sebagai orang tua tentu kami khawatir, dong, dengan pola
belajarnya yang seperti itu. Kalau belajarnya sampai larut malam begitu, otomatis,
kan, jam istirahatnya kurang. Sementara
dia harus bangun pagi-pagi untuk menunaikan sholat subuh, kemudian karena
sekolahnya fullday, sampai di rumah
kembali sudah pukul 16.00 WIB. Lalu kapan istirahatnya? Kami khawatir hal itu
akan mempengaruhi kesehatannya.
Sejak kecil, ketika usianya baru sekitar
3 tahun, Thifal sudah tidak pernah mau tidur siang. Katanya, dia paling benci
kalau disuruh tidur siang. Ada-ada saja kegiatannya. Kalau dikeloni supaya tidur siang, malah yang ngelonin jadinya yang tertidur pulas,
sementara anaknya entah ke mana. Itu sebabnya, kami menyekolahkannya fullday, supaya kegiatannya lebih terarah.
Kebetulan juga, saya dan ayahnya sama-sama bekerja di luar rumah. Jadi, sekolah
fullday sangat membantu menyelesaikan
permasalahan kami juga.
Masalah kesukaannya pada minuman kopi,
saya juga sudah sering mengingatkannya. Bahkan menasehatinya, bahwa kopi tidak
baik untuk anak-anak. Untuk beberapa saat, dia tidak lagi minum kopi. Tetapi
sekarang, ketika Ujian Nasional sudah mulai dekat, dan jadwal-jawal try out mulai banyak, kebiasaan itu
dilakukannya lagi. Paling tidak dua cangkir sehari, pagi dan malam hari.
Ini mungkin berawal dari kami juga.
Dulu, sewaktu dia masih bayi, karena ketakutan yang berlebihan akan stuip (yang katanya berhubungan dengan
riwayat stuip pada keluarga, dan
kebetulan saya sendiri sering stuip
waktu kecil), atas saran seorang teman, saya suka memberinya kopi, meskipun itu
hanya sesendok teh. Ketika balita, dia mulai suka minta kepada ayahnya, saat
ayahnya minum kopi. Itu juga hanya beberapa teguk saja. Nah, untuk selanjutnya,
saya tidak begitu ingat kapan dia mulai sering merengek minta dibikinkan kopi. Yang
jelas sudah SD, mungkin sekitar kelas 4 atau 5.
Memang sih, badan akan terasa menjadi lebih
segar dan bersemangat setelah kita minum kopi. Tetapi saya berharap, kebiasaan
itu tidak lantas menjadikannya pecandu kopi. Apalagi pecandu kopi macam Mbah
Surip, yang dalam sehari bisa menghabiskan bergelas-gelas besar kopi tubruk.
Oh, nooo!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar