Kay turun dari boncengan Ayah
dengan wajah cemberut. Ia langsung nyelonong masuk ke kamar dan membanting
tubuhnya di kasurnya yang empuk. Di belakangnya, Ibu mengikutinya penuh tanda
tanya.
“Ada apa, Kay?” tanya ibu
lembut.
Kay tidak menjawab. Ia masih
kesal dengan kejadian di sekolah tadi. Masa setiap guru di sekolahnya
memanggilnya ‘Diandra Kecil’? Padahal ia kan punya nama sendiri. Kayana. Nama
yang cukup indah juga, kan?
Para guru di sekolahnya
memanggilnya ‘Diandra Kecil’, bahkan sejak ia masih duduk di bangku Taman Kanak
Kanak. Ketika itu ia sering ikut Ayah menjemput Kak Diandra, kakaknya. Nah,
sekarang, ketika Kay bersekolah di sekolah yang sama dengan Kak Diandra, para
guru masih saja memanggilnya ‘Diandra Kecil’.
Memang, sih, Kak Diandra itu
anaknya pintar. Ia selalu ranking 1 di kelasnya, bahkan selalu masuk ranking 5
besar kelas paralel. Beberapa kali Kak Diandra mewakili sekolah untuk mengikuti
lomba matematika, dan beberapa kali pula berhasil menjadi juara.
Kak Diandra juga sangat
aktif di banyak kegiatan ekstrakurikuler. Ia terpilih menjadi ilustrator
majalah dinding sekolah karena keahliannya dalam menggambar. Prestasinya dalam menggambar
dan mewarnai juga tak terhitung banyaknya. Sampai-sampai rak di ruang tamu tidak
bisa lagi menampung trophy-trophy Kak Diandra. Akibatnya, rak milik Kay pun
harus ikut menampung trophy milik kakaknya itu. Kay sendiri sebenarnya juga
punya trophy dari lomba menggambar dan mewarnai, tetapi tidak sebanyak Kak Diandra.
“Kenapa, sih, pulang-pulang
cemberut aja?” suara lembut Ibu menyadarkan lamunan Kay.
“Enggak ada apa-apa,” jawab Kay
berbohong.
Ibu tersenyum.
“Enggak ada apa-apa, kok,
cemberut begitu,” kata Ibu lagi.
Kay memandang ibunya masih
dengan wajah cemberut.
“Bener, nih, enggak mau
cerita sama Ibu?” tanya Ibu.
“Emhhh ... Kay lagi keseeel
banget!” seru Kay akhirnya. “Masa guru-guru di sekolah manggil Kay, ‘Diandra
Kecil’? Mereka enggak tahu apa, aku ini punya nama sendiri? Mentang-mentang Kak
Diandra punya prestasi banyak, terus mereka seenaknya saja manggil aku. My name is Kay, not Diandra Kecil!”
“Oooh ... itu, toh?” Ibu
manggut-manggut. “Kamu juga bisa, kok, berprestasi seperti Kakak. Buktinya kamu
ranking 3 di kelas, itu bagus juga, kan? Kamu juga beberapa kali mewakili
sekolah ikut lomba mewarnai dan berhasil menjadi juara.”
Tapi
tetap saja aku ‘Diandra Kecil’, rutuk Kay dalam hati.
Kay berpikir keras,
bagaimana caranya supaya para guru di sekolahnya tidak lagi memanggilnya ‘Diandra
Kecil’. Ia tidak mau selalu menjadi bayang-bayang kakaknya itu. Kayana adalah Kayana,
bukan ‘Diandra Kecil’! Ia juga bisa berprestasi seperti Kak Diandra. Bahkan, ia
juga punya bakat yang lain, yang tidak ada pada Kak Diandra. Ya, Kay adalah
seorang karateka!
Selama ini Kay sangat rajin
berlatih karate. Apalagi kalau menjelang pertandingan, latihan bisa dilakukan
setiap hari. Sampai-sampai Kay merasa sangaaat bosan. Tetapi demi Kejurnas
Karate yang akan diikutinya, mau tidak mau Kay harus tetap rajin dan disiplin
berlatih.
Ketika tiba saatnya Kejurnas
Karate itu, Kay menyambutnya dengan suka cita dan penuh semangat. Ia mendaftar
untuk kategori Kata Perorangan Putri Kelompok Usia Dini, dan Kata Beregu Putri bersama
dua orang temannya.
“Aku harus bisa!” seru Kay
dalam hati, ketika tiba gilirannya memeragakan jurus-jurus karatenya.
Kay pun maju dengan langkah penuh
percaya diri. Ia memeragakan jurus-jurus karatenya dengan konsentrasi penuh dan
powerfull. Akhirnya, setelah beberapa
kali main dan memenangkan pertandingan, Kay berhasil keluar sebagai juara
pertama kategori Kata Perorangan Putri Kelompok Usia Dini. Sedangkan pada
kategori Kata Beregu Putri, ia bersama kedua temannya berhasil mendapatkan
juara ke dua.
“Yes!” seru Kay merayakan
kemenangannya.
Aku
akan buktikan kepada dunia, bahwa aku adalah aku! Kayana Sybilla. Bukan orang
lain, juga bukan Diandra Kecil. Aku punya prestasi sendiri di bidang yang aku
suka. Dan itu berbeda.
Pada hari Senin, saat
upacara bendera, Kay dan teman-temannya yang baru saja berhasil menjadi juara
pada Kejurnas Karate, dipanggil ke depan oleh Kepala Sekolah. Mereka semua
mendapatkan penghargaan, karena telah mengharumkan nama sekolah.
Saat mereka diberi
kesempatan untuk berbicara, Kay mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Ini
adalah kesempatan yang baik untuk menyampaikan uneg-unegnya selama ini.
“My
name is Kay, not Diandra Kecil!” Kay menutup kata-katanya
dengan mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar